Halaman

Minggu, 24 Juni 2018

Menuju Demokrasi sehat dan bermartabat



Oleh : Ahmad Nur Sofa
Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Wahid Hasyim Semarang.

Indonesia di tahun 2018 akan menyelenggarakan Pilkada serentak di 171 daerah, yang terbagi ke dalam 17 Provinsi, 39 Kota, dan 115 Kabupaten. Tahun 2018 tentu akan menjadi pesta Demokrasi yang lebih besar dari tahun sebelumnya.
Pulau Jawa dengan kepadatan penduduk yang lebih besar daripada Sumatera dan Kalimantan, di karenakan hampir semua aspek kegiatan terpusat di pulau jawa, juga akan memilih kepala daerah baru. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan tingkat pendidikan yang belum sepenuhnya merata , sangat berpotensi dalam Pilkada di warnai dengan isu SARA. Seperti yang pernah terjadi di Ibu Kota DKI Jakarta, pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Isu SARA di DKI Jakarta menurut pernyataan Usep dari Survei Populi Center, mengatakan Gubernur pertahana Basuki Jahja Purnama yang di adili dalam kasus penistaan agama merupakan pihak yang di rugikan dengan menguatnya isu SARA. Sementara pasangan yang di untungkan adalah Anis Baswedan – Sandiaga Uno.
Isu SARA muncul dalam Pilkada DKI Jakarta, bermula dari kasus dugaan penistaan Agama surat Al-Maidah ayat 51, dan juga kasus yang di sebut dengan kriminalisasi Ulama.
Media juga sangat berperan penting dalam meluapnya isu SARA di kalangan masyarakat DKI Jakarta. Sampai spanduk provokatif bertebaran di beberapa daerah di DKI Jakarta, seperti contoh tulisan “ masjid ini tidak menshalatkan pendukung dan pembela penista Agama”. Hal itu sangat provokatif dan bisa menimbulkan adu domba di masyarakat.
Menurut Direktur Eksekutif Jenggala Center dan dosen Hukum Tatanegara UIN Allaudin Makasar Syamsuddn Radjab, tahun politik Pilkada maupun Pemilu banyak hal yang perlu di waspadai yakni mahar politik dan jual beli rekomendasi, kampanye politik uang, akurasi data dan mobilisasi pemilih, Serta netralitas PNS, fungsi KPU, BAWASLU, DKPP dan penggunaan isu SARA.
Pilkada 2018 sudah di warnai dengan berbagai persoalan seperti munculnya mahar politik dan jual beli rekomendasi pencalonan dalam pilkada serentak di 171 daerah seluruh Indonesia. Seperti yang di muat media berita “Berita sempit” pada hari Jum’at 23 februari 2018.
Yang pertama pernyataan dari seorang bakal calon Gubernur Jawa Timur atas nama La Nyala Mattaliti yang sempat menghentak publik karena merasa diperas oleh salah satu Partai. Dia juga di minta oleh DPD partai itu Rp. 40 milyar dari total Rp. 170 milyar. Nyalapun mengeluarkan cek Rp. 70 Milyar tapi rekomendasi tak kunjung keluar sampai tanggal batas bakal calon di tutup KPUD.
Yang kedua di Cirebon, Jawa Barat Siswadi seorang pensiunan Polri berpangkat Brigadir Jenderal gagal melaju pencalonan Walikota karena tidak mampu memenuhi permintaan sejumlah uang oleh pengurus salah satu DPP Partai sebagai mahar Politik.
Hal di atas bisa di katakana melanggar UU No. 10 Tahun 2016 tentang sanksi yang melakukan mahar Politik. Yakni penjara 72 bulan plus denda maksimal 1 Milyar. Namun pada kenyataanya UU tersebut kurang begitu di perhatiakan oleh beberapa Partai, bahkan tidak di indahkan sebagaimana fungsinya. Kurang tegasnya penegak hukum dalam  menangani kasus tersebut, bisa di pandang sebagai hal yang biasa dan hal yang tidak perlu di kawatirkan oleh  partai.
Parpol sesungguhnya bertugas sebagai jembatan penghubung antara rakyat dan pemerintah dan bertugas fokus pembangunan Politik dalam Negara Demokrasi, Mendidik masyarakat agar cerdas dan faham politik yang baik dan sehat, Namun sekarang lebih di manfaatkan sebagai ladang bisnis dan kepentingan kelompok.
Dalam menanggulangi isu SARA yang rentan terjadi di Pilkada maupun Pemilu, pemerintah harus bekerja keras. KPU RI, BAWASLU dan KOMINFO harus bekerjasama dengan baik, karena efek media juga sebagai hal yang mudah menyebarkan isu SARA. Khususnya di Pulau jawa yang sebentar lagi akan mengadakan pesta demokrasi yang lebih besar dari tahun sebelumnya.
Tidak selesai disitu, pemerintah juga harus menginstruksikan kepada semua Birokrasi pemerintah agar senantiasa bekerjasama menjaga Pilkada yang aman dan sehat, mulai dari Birokrasi tingkat terendah sampai teratas. Birokrasi haruslah bersifat netral dan tidak memihak.
Penegak hukum, elemen masyarakatpun harus dilibatkan. Pendidikan politik yang sehat harus di giatkan sejak dini, melihat era milenial anak-anak, remaja SMP,SMA masyarakat mudah meakses media, mahir menggunakan media maya, namun belum mampu memanfaatkan media dengan baik dan maksimal. Hingga akan dengan mudah terbawa isu SARA yang menyesatkan. Dan kedepanya mereka bisa juaga acuh tak acuh dengan dunia politik, bahkan akan menjauh dengan dunia politik.
Mengenai Sanksi mahar Politik yang sudah di atur pada UU No. 10 Tahun 2016. Pemerintah harus tegas menegakan UU tersebut, jika memang menginginkan Pilkada dan Pemilu menjadi pesta Demokrasi yang sehat dan bermartabat. Mengingat Partai Politik mempunyai tugas sebagai jembatan penghubung antara Rakyat dan Pemerintah dan fokus pembangunan Politik dalam Negara Demokrasi. Janganlah Partai Politik hanya di gunakan sebagai kuda tunggangan kepentingan kelompok saja tanpa memikirkan kepentingan masyarakat umum. Pemerintah harus mempertegas dan memperjelas tujuan adanya partai politik, kesemua Partai politik yang ada di Indonesia. Guna membangun negara Indonesia yang benar-benar Demokratis.
UU tentang partai Politik harus di pertegas betul, jangan memandang UU hanya sebagai tulisan, namun hukum tertulis yang harus dipatuhi dan di jalankan. Melihat Negara Indonesia ini adalah Negara hukum, Negara yang beridiologi Pancasila, Landasan Konstitusi UUD 1945, Bhineka tunggal ika sebagai penyatu keberagaman di Indonesia, dan NKRI tetap final dan harga mati.

Sumber :
https://news.detik.com/berita/d-3479819/ini-171-daerah-yang-gelar-pilkada-serentak-27-juni-2018.Diakses April 21,2018.
https://www.kompasiana.com/kepadatanpenduduk/kepadatan-penduduk-pulau-jawa_54f389d67455139e2b6c7920 .Diakses April 21,2018.
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39372353 .Diakses April 21,2018.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/03/21035491/kemendagri-mahar-politik-racun-dalam-pelaksanaan-demokrasi .Diakses April 22,2018.
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/26/20354941/tangkal-kampanye-sara-kominfo-diminta-jadi-mitra-kpu-dan-bawaslu .Diakses April 22,2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolak FDS (Full Day School) Hati ini menangis, Hanya kaulah yang mampu menepis

          Apakah mata sudah benar-benar di butakan dengan imajinasi duniawi?. Lihatlah di sekelilingmu, hal apa yang terjadi?. FDS ( Full da...